Saturday, February 28, 2009

Sebotol Minyak

Seorang ibu menyuruh seorang anaknya membeli sebotol penuh minyak. Ia memberikan sebuah botol kosong dan uang sepuluh rupee. Kemudian anak itu pergi membeli apa yang diperintahkan ibunya. Dalam perjalanan pulang, ia terjatuh. Minyak yang ada di dalam botol itu tumpah hingga separuh. Ketika mengetahui botolnya kosong separuh, ia menemui ibunya dengan menangis, "Ooo... saya kehilangan minyak setengah botol! Saya kehilangan minyak setengah botol!" Ia sangat bersedih hati dan tidak bahagia. Tampaknya ia memandang kejadian itu secara negatif dan bersikap pesimis.

Ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee lagi. Kemudian anaknya pergi. Dalam perjalanan pulang, ia juga terjatuh. Dan separuh minyaknya tumpah. Ia memungut botol dan mendapati minyaknya tinggal separuh. Ia pulang dengan wajah berbahagia. Ia berkata pada ibunya, "Ooo... ibu saya tadi terjatuh. Botol ini pun terjatuh dan minyaknya tumpah. Bisa saja botol itu pecah dan minyaknya tumpah semua. Tapi, lihat, saya berhasil menyelamatkan separuh minyak." Anak itu tidak bersedih hati, malah ia tampak berbahagia. Anak ini tampak bersikap optimis atas kejadian yang menimpanya.

Sekali lagi, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee. Anaknya yang ketiga pergi membeli minyak. Sekali lagi, anak itu terjatuh dan minyaknya tumpah. Ia memungut botol yang berisi minyak separuh dan mendatangi ibunya dengan sangat bahagia. Ia berkata, "Ibu, saya menyelamatkan separuh minyak."

Tapi anaknya yang ketiga ini bukan hanya seorang anak yang optimis. Ia juga seorang anak yang realistis. Dia memahami bahwa separuh minyak telah tumpah, dan separuh minyak bisa diselamatkan. Maka dengan mantap ia berkata pada ibunya, "Ibu, aku akan pergi ke pasar untuk bekerja keras sepanjang hari agar bisa mendapatkan lima rupee untuk membeli minyak setengah botol yang tumpah. Sore nanti saya akan memenuhi botol itu."

Kita bisa memandang hidup dengan kacamata buram, atau dengan kacamata yang terang. Namun, semua itu tidak bermanfaat jika kita tidak bersikap realistis dan mewujudkannya dalam bentuk kerja.

Disadur dari: William Hart, The Art Of Living

Pelajaran Dari Seekor Keledai

Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Sementara si petani, sang pemiliknya, memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi tidak berguna menolong si keledai. Ia mengajak tetangganya untuk membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.

Ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia meronta-ronta. Tetapi kemudian, ia menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah dituangkan kedalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang melihatnya. Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah lalu menaiki tanah itu.

Si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, namun si keledai juga terus mengguncangkan badannya dan kemudian melangkah naik. Si keledai akhirnya bisa meloncat dari sumur dan kemudian melarikan diri.

Setiap masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari “sumur” penderitaan yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah. Guncangkanlah hal-hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik.
Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …
“Ada satu hal, wahai para bhikkhu, yang jika dikembangkan dan terus dilaksanakan akan membuat orang memperoleh dan mempertahankan dua jenis kesejahteraan yang akan bertahan di masa depan.”
“Apakah satu hal itu?”
“Hal itu adalah ketekunan dalam perbuatan-perbuatan yang bermanfaat.”
“Demikianlah satu hal itu, wahai para bhikkhu…”

Orang bijaksana memuji ketekunan
Dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat;
Karena orang yang bijaksana dan tekun
Akan memperoleh manfaat yang ganda:
Kesejahteraan disini dan kini
Serta kesejahteraan dalam kehidupan yang akan datang.
Dan karena telah mewujudkan kebajikan,
Orang bijaksana itu disebut guru.
Itivutaka I-23

Ketekunan adalah Kekuatan

Apa yang kita raih sekarang adalah hasil dari usaha-usaha kecil yang kita lakukan terus-menerus. Keberhasilan bukan sesuatu yang turun begitu saja. Bila kita yakin pada tujuan dan jalan kita, maka kita harus memiliki ketekunan untuk tetap berusaha. Ketekunan adalah kemampuan untuk bertahan ditengah tekanan dan kesulitan. Kita harus tetap mengambil langkah selanjutnya. Jangan hanya berhenti di langkah pertama. Memang semakin jauh kita berjalan, semakin banyak rintangan yang menghadang. Bayangkan, andai saja kemarin kita berhenti, maka kita tidak berada di sini sekarang. Setiap langkah positif menaikkan nilai diri. Apapun yang kita lakukan, jangan sampai kehilangan ketekunan kita. Karena ketekunan adalah daya tahan kita.
Pepatah mengatakan bahwa ribuan kilometer langkah dimulai dengan satu langkah. Sebuah langkah besar sebenarnya terdiri dari banyak langkah kecil. Dan langkah pertama keberhasilan harus dimulai dari diri kita sendiri, dari pikiran kita. Karena itu, mulailah kemajuan dengan mulai berlatih mengendalikan pikiran-pikiran kita.


Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan karena kita tidak pernah gagal, tapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh ~ Confusius

Prasangka

"Jangan memelihara "piaraan" yang bernama prasangka, karena prasangka akan membuat arah tindakan Anda keluar dari rel."
Alkisah seorang wanita tua memenangkan sekeranjang koin di sebuah mesin judi di Atlantic City. Tentu ia sangat senang dengan kemenangan luar biasa malam itu, dan merencanakan untuk merayakannya bersama suami dengan makan malam bersama.

Sementara suaminya memesan tempat ke sebuah restoran, wanita tua ini kembali ke kamar untuk menyimpan sekeranjang koin kemenangannya itu. Tentu dengan perasaan was-was, karena takut dirampok.
Ia naik ke kamar melalui lift yang tersedia, dan ketika ia masuk, di dalamnya ternyata masuk juga dua pria negro berkacama hitam, bertubuh kekar dan kelihatan sangat sangar. "Aduh, jangan-jangan mereka ini perampok yang mengincar para penjudi yang habis menang," pikirnya. Tetapi wanita tua itu, meski dengan ketakutan, masuk ke dalam lift juga.

"Ah, pasti bukan," hiburnya dalam hati. Tetapi toh ketakutannya makin bertambah, apalagi ketika dilihatnya-dari sudut matanya, mereka tidak tersenyum sama sekali! Wanita tua itu lalu mendekap erat keranjang koinnya dan berbalik menghadap pintu untuk menutupi rasa takutnya.
Jantungnya berdegup keras ketika ternyata lift tidak bergerak! "Waduh, mati aku! Mereka pasti akan merampokku!" pikirnya.

Wanita tua itu mulai panik! Keringat dingin bercucuran! "Tuhan, saya telah terperangkap oleh dua perampok ini!" di dalam hati ia berdoa.
Tiba-tiba salah satu dari dua orang negro yang seram itu berkata keras memecahkan kesunyian, "Hit the floor!"

Secara refleks wanita tua itu pun tiarap memukul lantai lift, sehingga keranjang koinnnya tertumpah dan koin berhamburan di dalam lantai lift! Ia diam sambil tetap menunduk panik dan berdoa, "Tuhan, tolong saya!"
Kemudian ia merasakan uluran tangan dari salah satu negro itu, "Mam, saya meminta teman saya untuk menekan tombol lantai berapa kita akan menuju, bukan meminta Anda memukul lantai lift!" kata pria itu sambil menahan tawa luar biasa.

"Ya ampuuun." wanita tua itu merasa malu sekali dan meminta maaf kepada dua orang negro itu yang disangkanya akan merampoknya.
Dua orang negro itu, sambil tetap menahan tawa membantu mengumpulkan koin-koin serta mengantar wanita tua itu ke depan pintu kamar. Tawa mereka meledak bersama-sama ketika si wanita tua itu kembali minta maaf dan kemudian masuk ke dalam kamar.
Esok paginya, di depan kamar wanita tua itu diletakkan rangkaian bunga dengan ucapan,"Terimakasih untuk tawa terbaik yang kita lakukan bersama tadi malam." - dan di bawahnya tertera nama bintang film dan pebola basket negro terkenal di Amerika Serikat.

Jangan memulai sesuatu dengan prasangka dan pikiran negatif, karena hal itu akan membawa Anda kepada tindakan-tindakan yang salah, yang kesalahan itu akan makin membesar seperti bola salju.

Bukalah Pintu Hatimu

Sewaktu saya masih berumur sekitar 13 tahun, ayah memanggil saya dan mengatakan sesuatu yang merubah hidup saya di kemudian hari. Kami berdua di dalam mobilnya yang tua dan usang, di tepi jalan pemukiman miskin London. Dia memutar badannya ke arah saya dan berkata: "Nak, apapun yang kau lakukan dalam hidupmu, ketahuilah, pintu rumahku akan selalu terbuka untukmu."

Saya hanyalah seorang remaja pada waktu itu. Saya tidak benar-benar mengerti apa yang dimaksudkan ayah, tapi saya tahu itu adalah sesuatu yang penting, maka saya selalu mengingatnya. Ayah meninggal dunia tiga tahun kemudian. Ketika saya menjadi bhikkhu di Thailand bagian Utara Timur, saya kembali memikirkan kata-kata ayah. Rumah kami saat itu hanyalah sebuah flat kecil di daerah miskin London, bukan sebuah rumah yang menarik untuk dibukakan pintunya. Tapi saya menyadari bukan itu maksud ayah sebenarnya. Apa yang terkandung dalam kata-kata ayah, seperti sebuah permata yang terbungkus kain, adalah sebuah ekspresi paling jernih mengenai cinta yang pernah saya dengar: "Nak, apapun yang kau lakukan dalam hidupmu, ketahuilah, pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu."

Ayah saya menawarkan cinta tak berkondisinya. Tidak ada maksud tersembunyi. Saya adalah anaknya, itu saja. Begitu indah. Begitu nyata. Dia sungguh-sungguh. Memerlukan keberanian dan kebijaksanaan untuk mengatakan hal tersebut kepada orang lain, untuk membuka pintu hatimu kepada seseorang, tanpa "kalau". Mungkin kita berpikir mereka akan mengambil keuntungan dari kita, tapi bukan itu, tidak demikian dalam pengalaman saya. Sewaktu anda diberikan cinta semacam itu dari orang lain, sama halnya seperti menerima hadiah yang paling berharga. Anda harus menghargainya, simpan baik-baik di dalam hati anda, jangan sampai hilang. Walaupun saat itu saya hanya mengerti sebagian dari maksud kata-kata ayah, saya tidak berani menyakiti pria seperti itu. Kalau anda memberikan kata-kata itu kepada orang yang dekat dengan anda, kalau anda sungguh-sungguh, kalau itu datang dari hati anda, maka orang itu akan menyambut ke depan, bukan mundur, untuk menggapai cinta anda.

"Opening the Door of Your Heart" Ajahn Brahm
Kisah Deva Ankura
DHAMMAPADA XXIV, 23-26


Sang Buddha mengunjungi Alam Dewa Tavatimsa untuk membabarkan
Abhidhamma kepada Dewa Santusita, yang sebelumnya adalah ibu kandung Beliau.
Selama masa itu, terdapat dewa yang bernama Indaka di alam Dewa Tavatimsa.
Indaka, dalam kehidupannya yang lampau adalah seorang pria, yang telah
mempersembahkan sedikit dana makanan pada Anuruddha Thera. Karena
perbuatan baik ini dilakukan kepada seorang Thera dalam masa keberadaan
ajaran Buddha, maka ia mendapat pahala berlipat ganda. Kemudian, setelah
kematian, ia dilahirkan kembali dalam Alam Tavatimsa dan menikmati
kemewahan alam dewa.

Pada saat itu, terdapat dewa lain yang bernama Ankura di Alam Dewa
Tavatimsa yang telah banyak memberikan dana; jauh lebih banyak daripada apa
yang telah Indaka berikan. Tetapi dana itu dilakukan di luar masa
keberadaan ajaran Buddha. Sehingga meskipun dananya besar dan banyak, ia
menikmati pahala kehidupan dewa dalam ukuran yang lebih kecil daripada
Indaka, yang telah mempersembahkan sangat sedikit dana.

Ketika Sang Buddha berada di Tavatimsa, Ankura bertanya kepada Beliau
alasan ketidak-sesuaian perolehan pahala itu.
Kepadanya Sang Buddha menjawab, "O dewa! Ketika memberikan dana kamu
seharusnya memilih kepada siapa kamu memberi, karena perbuatan dana
seperti halnya menanam bibit. Bibit yang ditanam di tanah yang subur akan
tumbuh menjadi pohon atau tanaman yang kuat dan hebat, serta akan
menghasilkan banyak buah; tetapi kamu telah menebarkan bibitmu di tanah yang
tandus, sehingga kamu memperoleh sangat sedikit".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 356 sampai dengan 359 berikut
ini:

Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang;
nafsu indria merupakan bencana bagi manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas
dari nafsu indria akan menghasilkan pahala yang besar.

Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang;
kebencian merupakan bencana bagi manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas
dari kebencian akan menghasilkan pahala yang besar.

Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang;
ketidak-tahuan merupakan bencana bagi manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas
dari ketidak-tahuan akan menghasilkan pahala yang besar

Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang;
iri hati merupakan bencana bagi manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas
dari iri hati akan menghasilkan pahala yang besar.

Kerendahan Hati

Kalau engkau tak sanggup jadi beringin yang tumbuh di puncak bukit, jadilah saja belukar. Tetapi belukar yang terbaik yang tumbuh di tepi danau.
Kalau engkau tak sanggup jadi belukar, jadilah saja rumput. Tapi rumput terbaik yang memperkuat tanggul di pinggiran jalan.
Kalau engkau tak sanggup jadi jalan besar; jadilah saja jalan kecil, yang membawa orang ke mata air.
Tak semua menjadi nahkoda; tentu ada awak kapalnya. Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya dirimu. Jadilah saja dirimu, sebaik-baiknya dirimu sendiri.